UNTITLED PART II


KEPADA NUGROHO YOGO


Saya,

Speechless.

Pondok Kopi, 25 November 2009


Sajak singkat diatas sebenarnya pernah saya tulis untuk majalah Gaung (sebuah majalah kampus) tahun lalu dengan larik yang sama, namun dengan judul yang berbeda, yakni Dilema. Akan tetapi, entah mengapa puisi aneh ini begitu melekatnya dalam pikiran saya. Terkadang saya menganggap sesuatu yang singkat--termasuk lirik singkat-- itulah justru mempunyai dan menimbulkan efek pemaknaan yang berkali-kali lipat lebih dalam atau bisa saja sangat filosofis. Saking melekatnya, akhirnya saya memutuskan untuk menampilkan kembali puisi ini dengan judul yang saya ubah menjadi berjudul "KEPADA NUGROHO YOGO".

Puisi itu multiintrepretable. Semua bisa dan bebas memaknai arti di tiap kata dalam larik-larik puisi. Namun, puisi di atas tentunya mempunyai makna yang berbeda jika dibandingkan dengan puisi saya dengan judul Dilema yang sudah saya singgung di awal (meskipun perbedaannya hanya terletak di penggunaan judul). Tema dan makna apakah yang sebenarnya saya angkat di dalamnya??..hahaha, biarlah pemaknaan puisi dikembalikan pada setiap pembaca.

Seperti sebuah grafik, saya lebih suka garis horizontal mendatar di tengah-tengah ketimbang garis naik, reach the peak, lalu turun, layaknya skenario alur cerita rekaan menurut aristoteles. Konstans; meskipun orang lain melihatnya monoton, tapi biarlah kemonotonan garis horizontal menjadi sesuatu yang indah pada bagian akhir. Panjang, lama, dikenang, bukan best-seller, tetapi long-seller, layaknya Hamlet.



sebuah puisi:

ANTARA SAYA, SI FEMINIS, DAN PRIA ITU

Si feminis sering kali menegur akrab saya

“apa kabar?”, katanya

Kadang kala saya menjawabnya

“biasa”

Lalu pria itu datang dan menegur saya

“apa kabar?”

Lalu awalnya saya hanya menjawab

“baik sekali”

Lalu, kini setiap kali pria itu bertanya “apa kabar”

Saya selalu menjawab “istimewa”

Lalu si feminis harus berkecil hati

Karena saya tidak lagi meladeninya berbincang-bincang.


Pondok Kopi, 25 November 2009


Lagi-lagi, puisi di atas silahkan di intrepretasikan sendiri, pembaca sebagai pemegang kekuasaan. Tapi kok ya ada feminis-feminis segala. Binatang macem apaan lagi itu??. Yah saya kira feminisme itu bukan binatang, tapi sekalipun dia menjadi binatang, saya kira saya masih bisa menghargainya. Asalkan dia tidak lagi mencoba-coba menyelinap masuk ke persendian saya. Mari kita sama-sama menjaga jarak.

INTERNET SEBAGAI ESCAPIST ENTERTAINMENT BAGI DIRI SAYA???

Nantikan jawabannya pada postingan selanjutnya. Bye :)

1 komentar:

dj.yoegoe mengatakan...

UNTITLED PART II
wahhhh wahhhhh. keluar lagi postingan tentang aku.. hahaha. berasa kaya artis aja. wahhh makasihh ya sayangg.. ku tunggu UNTITLED PART III.

Posting Komentar