JILBAB GAUL= IMAN RENDAH???



Selamat siang, everybody…

Saya sedang ingin main sentil-sentilan nih..hehhe

Entah mengapa tiba-tiba saja terlintas di otak saya untuk menulis tentang masalah jilbab. Tiba-tiba saja saya teringat pada sebuah curhatan teman saya beberapa tahun yang lalu. Kala itu ia pernah menceritakan pada saya tentang salah seorang temannya yang berjilbab namun berpacaran.

Ada seorang wanita berjilbab, dalam hal ini seorang akhwat dan berpacaran dengan seorang laki-laki (ikhwan). Sebenarnya kata akhwat berarti perempuan, sedangkan ikhwan berarti laki-laki. Namun, entah mengapa istilah akhwat dan ikhwan seperti mengalami penyempitan. Kata akhwat merujuk pada perempuan-perempuan berjilbab yang biasanya anak rohis, jilbab gede alias panjang dengan gaya pemakaian jilbab yang boros peniti ato jarum. Begitupun dengan ikhwan yang identik dengan dandanan ala anak rohis yang rajin pake kemeja ato baju berkerah dengan bawahan celana bahan, bahkan kadang-kadang jonjing(celana panjang hanya sampai mata kaki, gantung).


Oke kembali ke cerita teman saya. ketika itu ia bilang begini

“kasian banget deh temen gua si Akhwat pacaran sama si ikhwan tapi ditentang sama temen-teman sesame gank liqo-nya, padahal mereka pacaran ga ngapa-ngapain lho. Ga pegangan tangan, ga sms-sms mesra, ga sayang-sayangan , ya pokoknya kayak orang temenan biasa aja, cuma statusnya pacaran, gitu”


HELLO?? lantas apa yang salah dengan pacaran antara akhwat dan ikhwan??bukanah akhwat dan ikhwan juga manusia??.


Dalam hati, saya jadi merasa iba dengan perempuan itu. Bukankah cinta itu adalah fitrah? Lagipula mereka juga sudah sama-sama dewasa bukan? Toh, kalau memang mereka berjodoh, gmn coba??


Menurut cerita teman saya, akhirnya perempuan itu ‘disidang’ oleh majlis liqonya. Entah apa yang terjadi dengan sang ikhwan. Barangkali dia mengalami hal senada. Akhirnya sang akhwat hanya mempunyai dua pilihan. Dia harus mengakhiri hubungannya dengan sang ikhwan atau mereka harus segera menikah. Karena mereka berdua belum siap untuk menikah muda, maka mereka pun mengakhiri hubungannya.

Tampaknya kekhawatiran teman-teman liqo si akhwat saya rasa terlalu berlebihan. Mereka menganggap bahwa pacaran=ML. hallo??. Oke, memang saya tidak dapat memungkiri bahwa ditengah-tengah kehedonisan zaman, ML pun banyak terjadi di sana sini. Tapi bukan berarti kita harus mengeneralisasi bahwa pacaran itu ML kan??? Betapa sempitnya pandangan ini. Apalagi dalam hal ini yang berpacaran adalah seorang akhwat . dan saya percaya (wallahualam) si akhwat tersebut masih memegang prinsip dan batas-batas dalam berhubungan dengan lawan jenis. Saya sangat menyayangkan pendapat teman-teman si akhwat tersebut. Yah, akan tetapi, cerita saya ini jangan di generalisasi juga bahwa liqo itu punya peraturan-peraturan yang sifatnya kaku. Pastinya diluar sana ada juga liqo2an yang lebih bijak dalam menanggapi masalah-masalah serupa. (walopun cenderung banyak yang kaku sih=>penilaian subjektif gua)

Ada lagi ceritanya si Fulan

Begini:

Dia cerita bahwa temennya yang bernama miss A adalah seorang ketua keputrian rohis di salah satu SMA di Jakarta. Lalu, suatu hari miss A jarang sekali liqonya, dia suka absen dan bilang sibuk urus ini itu. Lalu, di satu kesempatan, salah seorang teman liqo-nya miss A melihat miss A di sebuah mall dengan jilbab yang mendadak jadi pendek (yah sebangsa jilbab-jilbab gaul gitu lah). Lantas besok harinya, temannya itu langsung laporan sama peserta liqonya plus sama mbak2 yang ngajar liqonya. Lalu, mbak2 pengajar liqonya itu cuma bilang kalo itu berarti imannya si miss A sedang turun dan dia perlu diingatkan kembali untuk lebih mendekat pada Allah.


Lalu, dari cerita teman saya tersebut, saya berfikir,

Lantas, apa kaitannya jilbab pendek(jilbab gaul ) dengan masalah ketebalan keimanan seseorang???


Apa sebelumnya ada penelitian??kalo panjang-pendeknya jilbab itu mempengaruhi keimanan seseorang??kalo yang disoroti masalah turunnya keimanan seseorang, lantas mengapa panjang pendek jilbab yang harus dijadikan parameternya???

Jadi, secara implisit dengan kata lain si mbak2 liqo (yang menggunakan jilbab gede) itu mengklaim dirinya bahwa imannya lebih tebal dari orang yang berjilbab pendek-kah???

Wallahu alam…

Best regards,

Indah anggita

3 komentar:

udy bio 07 mengatakan...

mbak rini,, kayaknya harus lebih subjektif deh,, klo menilai suatu masalah,, dan kayaknya antum itu kurang membaca materi tentang "HIJAB" dalam ISLAM,, coba deh luangkan waktu untuk membaca .. selamat membaca dan semoga antum mendapat hidayah,, bukan berati ane sok ngerti,, klo saya nilai antu itu coba membela diri dan tertutup dengan liqo,, karena antum sendiri masih memakai jilbab gaul,,.. ya to,, coba lah dari sekarang antum telusuri dan pahami bagaimana perempuan muslim seharusnya ber busana,, . mungkin lebih asyik kalo antum mempublikasikannya melalui blog antum ini,, salam,,

indahanggita mengatakan...

hmm begini ya mas udi yang baik,,terima kasih sudah meluangkan waktu membaca artikel saya. tetapi bagaimanapun ini hanyalah sekadar opini terhadap sesuatu yang saya rasakan di lingkungan kita. perlu mas udi ketahui, saya pun dahulu jg bagian dari perliqoan itu sendiri, jadi saya tidak berusaha menutup diri. ini adalah bagian kritik dan opini saya terhadap apa yang ada disekitar saya.

Terlepas bahwa artikel ini adalah subjektif,bagaimanapun saya hanya berusaha JUJUR terhadap diri saya sendiri terhadap apa2 saja yang saya rasakan. jutru ini adalah bagian kepekaan dan keterbukaan mata saja terhadap suatu hal yang memang terjadi di lingkungan kita.

satu poin penting yang sebenarnya ingin saya opinikan disini adalah: bahwa pengukuran iman melalui panjang pendeknya jilbab bukanlah sesuatu yang adil dan esensial dan cenderung--saya menyebutnya--narsistik.

terima kasih mas udy atas komentarnya :)

Anonim mengatakan...

Jelas saya setuju dengan opini yang akan dibangukan dalam artikel ini..karena, bahkan tak memakai jilbab pun seorang perempuan jawa ataupun bagian lain di Indonesia, tidak bisa dengan serta merta dikatagorikan sebagai seseorang yang moralnya tak beres. Namun beda masalah dengan akhlak berdasarkan agama, oleh karena itu bila memang belum sanggup menngunakan jilbab termasuk konsekwensinya ya menurut saya lebih bijaksana tak melakukannya setengah-setengah agar kasus yang anda bicarakan disini tidak terulang

Posting Komentar